12 Agustus 2008

3. Selebritas Yahudi di Bidang Musik Pop

Setiap tahun sejak dipopulerkan ke seluruh dunia, American Idol, ajang pencarian penyanyi-penyanyi terbaik di AS, ditonton jutaan orang di AS dan di seluruh dunia. Tiga anggota juri terkenal mencakup Randy, Paula Abdul, dan Simon Cowell.

Mungkin tidak ada yang mengira bahwa Paula Abdul adalah seorang warga AS berdarah Yahudi. Selain menjadi anggota juri, Paula Abdul punya prestasi internasional yang menonjol dalam seni nyanyi dan dansa populer modern. Dia seorang penyanyi yang memenangkan Anugerah Grammy dan Anugerah Emmy; selain itu, dia seorang ahli dansa populer dan koreografi.

Penyanyi wanita AS berdarah Yahudi lain yang lebih menonjol dalam prestasinya adalah Barbra Streisand. Lagunya, Woman in Love, menjadi hit dunia tahun 1980-an dan diperdengarkan serta dinyanyikan berulang-ulang di Indonesia. Lebih dari Paula Abdul, Barbra Streisand adalah penyanyi pertama yang memenangkan lima macam anugerah hampir lebih dari sekali: Oscar (dua kali), Emmy (empat kali), Tony (sekali), Grammy (sepuluh kali), dan Golden Globe (sepuluh kali)!

Ada kalanya bukan nama penyanyi berdarah Yahudi kaliber dunia yang kita kenal duluan melainkan nyanyiannya. Di Indonesia dan di manca negara, penggemar musik pop tahun 1980-an bukan saja menyukai melainkan juga menyanyikan Copacabana, Mandy, dan I Can't Smile Without You. Itulah beberapa di antara lagu-lagu yang dinyanyikan dengan menawan oleh Barry Manilow, seorang penyanyi AS berdarah Yahudi.

Siapa pada era 1980-an yang tidak mengenal dan menyanyikan - barangkali di ruang karaoke komersial - lagu-lagu menawan berikut: Just the Way You Are, Uptown Girl, dan Piano Man? Lagu-lagu ini dibawakan Billy Joel, seorang penyanyi dan komponis lagu-lagu populer asal AS. Penyanyi berdarah Yahudi ini sudah memenangkan Anugerah Grammy.

Sweet Caroline, suatu lagu pop hebat lain yang terkenal juga di Indonesia, dinyanyikan oleh Neil Diamond. Selebritas kelas dunia ini asal Inggris dan berdarah Yahudi.

Di era 1970-an dan 1980-an, Paul Simon dan Art Garfunkel asal AS menjadi terkenal ke seluruh dunia melalui beberapa hitnya. Termasuk di dalamnya Bridge Over Troubled Water, Sounds of Silence, Scarborough Fair, Mrs. Robinson, dan Bright Eyes. Simon dan Garfunkel berdarah Yahudi.

Dua penyanyi berdarah Yahudi lain dan terkenal di dunia adalah Carole King dan Bob Dylan. Barangkali, yang lebih menarik perhatian banyak orang adalah Bob Dylan.

Ketika Bob Dylan dari Amerika Serikat muncul di panggung musik pop awal 1970-an, dia segera menjadi seorang musikus yang menarik perhatian khusus banyak pendengarnya di manca negara. Lirik dari salah satu lagu ciptaannya yang terkenal, Blowin' in the Wind, bukan saja dinyanyikan kembali oleh berbagai penyanyi - termasuk di Indonesia - melainkan juga menjadi bahan diskusi di mana-mana.

Dalam Anatomy of Pop (London: BBC, 1970), Peter Cole - seorang wartawan dan pemerhati musik pop Barat asal Inggris - mengakui Bob Dylan sebagai "seorang tokoh besar dalam musik pop". Lanjutnya, Bob Dylan punya "pengaruh yang paling signifikan pada lirik pop". Dari sejak awal, dia muncul lebih banyak sebagai seorang penyair lagu pop dibanding sebagai seorang penulis lirik. Kata-kata syairnya bisa berbentuk penyelidikan yang kritis atas masalah-masalah tertentu dalam masyarakat.

Tidak selalu jelas makna syair-syairnya. Meskipun demikian, syair-syair itu menjadi bahan diskusi dan analisis serius oleh berbagai kalangan. Mereka yang menginginkan makna hidup, mereka yang menginginkan sebuah lagu perjuangan untuk protes-protesnya, mereka yang ingin lagu-lagu popnya bersifat intelektual - semuanya mencari dan menemukan keinginannya dalam syair-syair Bob Dylan. Ini tidak berarti syair-syair Dylan punya pesan yang jelas. Syair-syair lagunya berisi makna yang samar-samar; karena itu, para penggemarnya yang membahas dan menguraikan makna syair-syair itu malah menghasilkan ribuan penafsiran. Dylan biasanya menolak untuk membahas syair-syairnya bersama mereka; dia hanya menciptakannya. Meskipun demikian, Bob Dylan menjadi seorang tokoh musik dasawarsa 1970-an.

Lebih awal dari Bob Dylan adalah "Raja Rock 'n Roll" Elvis Presley. Dia memegang gelar ini sejak menjadi terkenal era 1950-an sampai dengan The Beatles dari Inggris muncul di pentas dunia era 1960-an dan awal 1970-an. Meskipun demikian, kepopuleran dan pengaruh hebatnya bertahan sesudah The Beatles bubar. Tidak ada yang menyangka Elvis Aaron Presley, meskipun adalah seorang penganut aliran Protestan Pentakosta, berdarah Yahudi - dari pihak ibunya.

Dialah yang membuat rock 'n roll digandrungi, terutama, oleh generasi muda AS era 1950-an. Model rambut penyanyi ganteng ini, gaya busana khasnya, dan gaya memegang gitar sambil mempertontonkan goyangan pinggul khasnya yang belum pernah dilihat sebelumnya serta suara nyanyinya yang hangat dan sangat menawan lalu menetapkan standar penampilan baru di AS. Standar ini lalu ditiru oleh berbagai penyanyi mirip Elvis di manca negara, termasuk di Indonesia.

Dalam zaman Orde Baru, suatu siaran televisi swasta Indonesia di Jakarta menayangkan suatu acara yang melibatkan para penggemar berat dan peniru gaya penampilan Elvis Presley. Ternyata, para penggemar berat dan penirunya dari berbagai daerah di Indonesia muncul secara bergilir untuk membawakan berbagai lagu Elvis. Yang sama pada mereka semua? Rambut, jambang, kemeja putih dengan ornamentasi khas Elvis, celana cutbrai, gaya nyanyi, dan gaya goyang pinggul mirip dengan yang asli.

Penggemar berat dan peniru Elvis Presley tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan di Irian Barat zaman Belanda pun ada penyanyi-penyanyi yang meniru Elvis Presley, seperti Bas Lano.

Lagu-lagu hit Elvis banyak sekali dan ada yang dinyanyikan jauh sesudah dia meninggal dunia. Itu mencakup Are you Lonesome Tonight, Blue Hawaii, Blue Suede Shoes, Can't Help Falling in Love, G.I. Blues, Good Luck Charm, Hawaiian Wedding Song, Hound Dog, It' s Now or Never, Jailhouse Rock, Love Me Tender, dan lain-lain. Era 1980-an, Julio Iglesias menyanyikan kembali suatu versi Can't Help Falling in Love dan kelompok reggae terkenal UB-40 membuat versi reggae dari lagu yang sama. Kedua versi ini menjadi terkenal di manca negara.

Elvis tidak saja menyanyikan lagu-lagu pop duniawi. Sebagai seorang penganut Pentakosta dan untuk memenuhi keinginan orang Kristen mendengarkan lagu-lagu gereja bergaya pop, dia juga merekam banyak lagu gereja, termasuk gospel. Salah seorang fan berat Elvis di Indonesia, Alex Lia (nama aslinya, Alex O. Pranata), merekam pada era 1980-an/1990-an sebagian gospel nyanyian Elvis ini dalam suatu serial kaset dan CD keluaran Studio Rekaman Maranatha, Jakarta, dengan label Alex Lia Sings for Jesus. Volume-volume awal rekaman lelaki berdarah China asal Semarang, Jawa Tengah, ini - ada enam volume - berisi gospel-gospel tenar Elvis seperti Precious Lord, Just a Closer Walk with Thee, Swing Low Sweet Chariot, Joshua Fought the Battle of Jericho, Where Could I Go, Peace in the Valley, dan lain-lain. Suara Alex yang mirip Elvis didukung suatu vokal latar yang merdu dan padu dari beberapa orang penyanyi asal Ambon pimpinan Peter Hehanusa. Iringan musiknya pun prima.

Tidak disangka-sangka seorang kenalan saya mendengarkan Where Could I Go nyanyian Alex Lia dengan dukungan kuartet vokal tadi menjadi nyanyian iringan yang dipilih seorang peserta binaraga terkenal dari Irian Jaya, Levi Rumbewas. Waktu itu, dia ikut berlaga dalam suatu PON di Jakarta era 1990-an dan meraih satu medali emas dalam kelasnya. Sesudah peragaan itu, Levi mendapat tepuk tangan meriah, sebagian diduga karena iringan lagu peragaannya.

Tentu masih banyak lagi musikus berdarah Yahudi dan tergolong Yahudi Diaspora yang tidak dikisahkan di sini. Cerita tentang mereka sebagai selebritas musik akan menjadi panjang.

Yang kita tahu dari penjelasan sejauh ini ialah bahwa mereka memberi dampak yang bertahan lama dalam musik, termasuk dalam musik pop modern. Prestasi mereka menonjol.

Tidak ada komentar: